Wednesday, 15 April 2009

Bekerja Karena Terpaksa

Bekerja Karena Terpaksa = Kerja Paksa


Sekitar pukul 20.00 didaerah prumpung sampai depan LP Cipinang, telah berjejer wanita-wanita modis berparas putih polesan bedak, yang melambaikan tangan kepada para pengendara motor dan mobil. Tiba-tiba, turunlah seorang pengendara mobil sembari menghampiri salah seorang dari wanita itu.
“ Mau boking , Mas ?” Tanya wanita muda yang dibalit kaos merah ketat dan blue jeans selutut, menawarkan diri.
“ wah nggak mbak, saya kesini hanya ingin wawancara dan ngobrol saja !
“ Ya, ngga apa- dech yang penting dapat duit, lagi pula kalau wawancara nggak capek lagi.”
“ oke deh mbak. Kita ke mobil aja.” Ajak si mahasiswa.

Wanita itu sebut saja namanya Bunga, diajak berkeliling Jakarta sambil diwawancarai. Ia merasa senang sekali mendapat uang tanpa harus mengorbankan apa pun selain waktunya.

“ Mbak kenapa mau melakukan pekerjaan seperti ini setiap hari?”
“Anu mas, saya sebernarnya terpaksa, karena saya harus menafkahi ibu saya, anak saya dan saya sendiri.Lumayan mas buat makan,” Jawab Bunga polos.
“Ngga takut dosa, Mbak.”
“Wah mas buat saya cari duit yang haram saja susah apalagi harus memperhitungkan cari yang halal. Apalgi saya cari nafkah untuk kehidupan keluarga. Kan cari nafkah bisa dapat pahala….”

Lain halnya dengan Sugeng Sartono alias Since Sartini Waria yang biasa mangkal dijalan Yos sudarso. Sejak kecil kehidupannya sampai lulus SLTA didaerah Tegal tidak pernah terbesit untuk jadi seorang waria, merantau ke Jakarta dan kerasnya kehidupan kota metropolitan mengharuskan dia untuk bertahan hidup dan sampai akhirnya seperti yang kita lihat disekitar Taman Lawang, Yos Sudarso dll

Jika kita gali isi hati yang paling dalam wanita-waria seperti Bunga dan since sejak kecil tidak pernah bercita-cita untuk menjadi seperti itu.
Pada saat mereka duduk dibangku SD, dan ketika ditanya cita-citanya pasti yang keluar dari mulut kecilnya adalah keinginan menjadi dokter, pramugari atau bahkan jadi seorang Presiden.
Akibat dari tekanan hidup dan lemahnya iman, mereka terpaksa menjadi penghibur-penghibur syahwat. Jangan kan menjadi PSK atau penghibur syahwat, sebenarnya pembantu rumah tangga, buruh bergaji dibawah UMR dan pekerja kasar sekalipun tidak pernah menginginkan menjalani profesinya itu.
Ketika guru dibangku SD menanyakan cita-cita mereka tidak ada satupun yang mengacungkan jari sambil mengucapkan dengan lantang “ Saya ingin jadi babu.”

Tetapi kenyataannya, bukan hanya orang-orang dengan profesi seperti Bunga, Since atau pembantu dan buruh kasar saja yang menjalani pekerjaannya dengan terpaksa. Faktanya, kebanyakan orang bekerja dengan terpaksa, meskipun mereka bekerja ditempat-tempat yang lebih mewah dan berkelas, Parahnya lagi, keterpaksaan itu harus diterima sepanjang hidupnya. Lalu,jika kita bekerja karena terpaksa seumur hidup kita patut bertanya, berapa tahun jiwa kita menjerit.?

Sebagian orang mungkin sudah merasa senang dengan bekerja dikawasan perkantoran elit di Jakarta. Gaji bulanan yang mencukupi plus tunjangan-tunjangan lainnya. Nama perusahaan menjadi status kehebatan seseorang. Tapi ada juga yang sudah mendapatkan itu semua, hidupnya masih saja tidak bahagia. Setiap hari hidupnya mengelyh dan menggerutu.

Ada seorang direktur perusahaan ternama mengeluhkan pegawainya yang seolah-olah tidak pernah bersyukur.” Pada saat wawancara tes masuk kerja, mereka sangat antusias dan bahkan menjual kehebatan dirinya agar ia bisa menjadi pegawai dikantor. Namun ketika dikasih pekerjaan, mereka malah pusing dan stress sendiri.”

Banyak orang yang merasa terpaksa dengan pekerjaannya. Padahal hidup kita akan semakin kosong dan bermasalah apabila kita lagi-lagi merasa terpaksa. Kita terpaksa bekerja ditempat A atau B. Kita dipaksa bangun pagi karena takut kena pemotongan gaji, surat peringatan dan dampratan bos. Potensi kita menjadi tidak tersalurkan dan tidak berkembang dengan baik apabila kita terpaksa dan tidak bahagia.

Dan tanpa kita sadari hal tersebut tertanam didiri kita……….

No comments:

Post a Comment

Silahkan berikan komentar :